Patung Catur Muka terletak di ujung timur Jalan Gajah Mada dan merupakan ikon penting Kota Denpasar. Tempat berdirinya patung Catur Muka merupakan kawasan catus patha (simpang empat utama) di Kota Denpasar. Ide pembuatan patung ini lahir setelah disahkannya Lambang Daerah Kabupaten Badung oleh DPRD, serta telah mendapat pengesahan Mendagri tanggal 17 Juli 1971.
Patung Catur Muka melibatkan I Wayan Limbak, pemacek pura Samuan Tiga yang didukung para undagi I Gusti Aji Madongan, I Gusti Ngurah Cangbe, dan I Nyoman Suka
Patung granit setinggi sembilan meter itu berwujud empat muka. Patung ini melambangkan Dewa Brahma yang memiliki empat wajah dengan sifat berbeda. Wajah yang menghadap timur (ke Jalan Surapati) disebut Shanghyang Iswara, mewakili sifat bijaksana. Wajah yang menghadap ke barat (ke Jalan Gajah Mada) disebut sebagai Sanghyang Mahadewa yang mewakili sifat kasih sayang. Wajah yang menghadap utara (ke Jalan Veteran) disebut Sanghyang Wisnu yang dimaknai mewakili sifat kuat dan mensucikan jiwa manusia. Wajah yang menghadap ke selatan (ke Jalan Udayana) disebut sebagai Sanghyang Brahma yang dimaknai mewakili sifat menjaga ketentraman.
Di sisi tenggara patung Catur Muka dipajang jam lonceng berukuran besar dari zaman kolonial. Jam lonceng ini ditancapkan pemerintah Belanda pada tahun 1908 di lokasi patung Catur Muka sekarang. Keberadaan jam lonceng ini sebagai penanda modernisasi di Kota Denpasar, yaitu standarisasi waktu ala kolonial sekaligus menjadi simbol transformasi Denpasar dari kota kerajaan ke kota kolonial.