Puri Agung Jro Kuta 2

Puri Agung Jero Kuta

Puri Agung Jero Kuta diperkirakan didirikan pada tahun 1820 oleh Dewa Gde Jambe Badung dengan gelar Kyai Agung Gde-Jro Kuta Kahuningan. Keluarga Puri Agung Jero Kuta merupakan keturunan Puri Agung Klungkung, pusat kekuasaan raja-raja Bali di masa lalu. Tataletak Puri Agung Jero Kuta terbilang masih bertahan seperti aslinya.

Di pelataran puri ini terdapat empat gapura besar yang disebut nyatur singa, yang artinya ‘empat lokasi berbeda di satu tempat’. Karena tataletaknya yang masih asli, Puri Agung Jero Kuta kerap dipilih sebagai tempat foto prewedding bernuansa adat Bali.

Puri Agung Jero Kuta dikenal sebagai puri yang mempertahankan kearifan lokal tradisi menenun. Dua tokohnya, yaitu I Gusti Ngurah Alit Gede dan I Gusti Ngurah Agung ikut gugur dalam perang Puputan Badung. Keluarga Puri Agung Jero Kuta menjadi pangempon (penanggung jawab) Pura Luhur Uluwatu, sebuah pura penting di Bukit Pecatu, Badung Selatan.

jalan-setiabudi-1

Jalan Setiabudi

Jalan Setiabudi merupakan salah satu sentra kuliner di Kota Denpasar. Di sepanjang jalan ini berjejer aneka warung kuliner khas Denpasar. Para penggemar nasi jingo, nasi bungkus khas Denpasar, tentu tidak akan melewatkan untuk mampir ke lapak-lapak para pedagang nasi jingo di sepanjang jalan ini. Lapak-lapak nasi jingo biasanya mulai menggelar dagangannya sejak petang hingga malam hari.

Sepanjang pagi hingga sore, warung-warung kuliner khas Bali, seperti nasi babi guling, be genyol, maupun nasi jukut gonda, tentu sayang untuk dilewatkan. Namun, bagi pengunjung yang menginginkan menu kuliner non-Bali, juga tidak perlu khawatir karena di kawasan ini juga bisa ditemukan sejumlah warung kuliner umum, seperti bakmie, ayam bakar, ayam lalapan, tahu goreng, dan lainnya.

Source Image Cover: Google Maps

Pura Tambang Badung 2 cropped

Pura Penambangan Badung

Pura Penambangan Badung merupakan pura yang berfungsi sebagai pura kerajaan Badung. Menurut sumber-sumber tradisional, pura ini didirikan pada awal-awal berdirinya kerajaan Badung oleh Kiyai Jambe Pule, yang bergelar Kiyai Anglurah Pemecutan I.

Nama Pura Penambangan erat kaitannya dengan anugerah yang diterima Kiyai Jambe Pule di Gunung Batukaru, yaitu berupa pecut (cemeti) dan tambang (tali). Pura ini dimaknai sebagai tali pengikat keluarga dan warga Pemecutan. Di pura ini berdiri berbagai palinggih (bangunan suci), termasuk paibon (ikatan keluarga) dari semua warga yang berjasa dalam pendirian Kerajaan Badung.

Tercatat ada 52 palinggih dengan 18 di antaranya merupakan palinggih paibon dan sisanya merupakan palinggih panyawangan berbagai pura penting di Bali. Pura ini di-empon (di bawah tanggung jawab) warga Puri Pemecutan. Upacara pujawali (hari peringatan berdirinya pura) dilaksanakan saban Purnama Kadasa (purnama pada bulan ke sepuluh dalam tradisi penanggalan Bali, sekitar bulan Maret).

Source Cover Image: Denpasar Tourism

Source: Denpasar Tourism

Puri Agung Tjokorda Pemecutan

Puri Agung Pemecutan dan Patung Ida Tjokorda Pemecutan IX

Puri Agung Pemecutan merupakan istana Raja Badung yang didirikan pada tahun 1686. Pada mulanya, Puri Pemecutan berada di sebelah barat lokasi Puri Agung Pemecutan saat ini. Pemindahan lokasi Puri Pemecutan ini terjadi pasca-Perang Puputan Badung, 20 September 1906. Dikarenakan puri yang lama hancur dan dikuasai Belanda. Nama Pemecutan, berdasarkan cerita lisan masyarakat di Kota Denpasar, berasal dari kata pecut. Kyai Ketut Pemedilan atau Kyai Macan Gading yang merupakan pendiri Puri Pemecutan disebut-sebut memiliki keahlian memainkan pecut (cemeti). Hingga kini, pecut menjadi lambang kebesaran keluarga besar Puri Pemecutan.

Di simpang empat depan Puri Agung Pemecutan berdiri patung I Gusti Ngurah Agung Pemecutan alias Ida Tjokorda Pemecutan IX yang tengah ditandu empat prajurit. Ini merupakan visualisasi dari sosok Ida Tjokorda Pemecutan IX yang gugur dalam perang Puputan Badung, 20 September 1906 bersama Raja Denpasar, I Gusti Ngurah Made Agung atau dikenal dengan sebutan Tjokorda Mantuk ring Rana.

Sebagaimana catatan Belanda, Puri Pemecutan direbut pasukan Belanda pada sore hari setelah beberapa jam sebelumnya berhasil menguasai Puri Denpasar. Ida Tjokorda Pemecutan IX bersama Raja Denpasar, I Gusti Ngurah Made Agung gugur membela kedaulatan, harga diri rakyat, dan Kerajaan Badung.

Source Cover Image: Denpasar Tourism

Source Instagram: laxmiii_sbdr

Makam Siti Kodijah 1

Makam Keramat Raden Ayu Siti Khodijah

Di utara Setra Agung Badung, Desa Pekraman Denpasar terdapat dua pusaka budaya penting berupa Makam Keramat Ratu Ayu Siti Khodijah Pemecutan dan Kuburan Tuan Miora dari Jepang. Kuburan Tuan Miora dan Makam Keramat Ratu Ayu Siti Khodijah Pemecutan letaknya berjejer terletak di sebelah timur Pura Dalem Kahyangan Denpasar.

Tuan Miora Djo adalah seorang tentara Jepang yang lahir pada tahun 1888. Ia meninggal pada tanggal 7 September 1945. Pada masa hidupnya ia begitu kecewa akan kebiadaban dan kekerasan yang dilakukan oleh penjajah. Ia berbalik haluan memihak kepada warga pribumi dan banyak menolong warga pribumi. Sebelum meninggal ia berpesan agar dapat dikubur bersama-sama rakyat di Sema Badung.

Makam Keramat Ratu Ayu Siti Khotijah Pemecutan, merupakan makam salah satu putri Raja Pemecutan bernama Gusti Ayu Made Rai atau disebut juga dengan Raden Ayu Pemecutan. Ia menikah dengan putra Raja Bangkalan yang bernama Raden Sosroningrat. Setelah pernikahan mereka, Dewi Ayu diajak ke Madura, memeluk agama Islam dan berganti nama menjadi Siti Khotijah.

Menurut legenda, makam Keramat Agung dipersembahkan untuk Siti Khotijah yang rela mengorbankan dirinya akibat kesalahpahaman, ketika para pengawal Kerajaan Pemecutan tak sengaja mendapatkannya sedang melakukan ibadah mengenakan kerudung putih. Ia disangka sedang memraktikkan ilmu gaib, ngeleak. Kisah salah paham tragis ini menyebabkan kematiannya dalam ketidakadilan.

Di dunia multikultural saat ini, kita berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai latar belakang budaya setiap hari. Kita harus mengingat kisah Siti Khotijah dan belajar untuk menghargai, menghormati, dan merayakan perbedaan ini. Dengan melakukan ini, akan membawa pemahaman, penerimaan, dan perdamaian yang lebih besar di antara kita semua.

sejarah dokar

Sejarah Dokar Denpasar

Dokar dikenal sebagai salah satu moda transportasi umum di Kota Denpasar pada zaman kolonial. Menurut catatan Belanda, pada masa kolonial sudah ada 261 buah dokar di Kota Denpasar. Dokar dikemudikan seorang kusir yang biasanya mengenakan pakaian tradisional serta membawa pecut (cemeti). Dilengkapi dengan suara bel di kedua sisi sehingga menimbulkan bunyi yang khas ditingkahi bunyi derap langkah kuda. Masa keemasan dokar di Denpasar, terjadi pada tahun 1960-an. Bahkan, Denpasar pernah memiliki organisasi kusir dokar, yaitu Persatuan Dokar Denpasar (Perdoden).

Sejak era Orde Baru, seiring makin membanjirnya sepeda motor dan mobil, keberadaan dokar pelan-pelan mulai tergusur.

Sejak tahun 2000-an, Pemerintah Kota Denpasar mengembangkan city tour dan menjadikan dokar sebagai salah satu atraksi wisata. Dokar direvitalisasi sebagai dokar hias dan ditawarkan kepada wisatawan yang ingin berkeliling menikmati objek-objek wisata bersejarah di pusat Kota Denpasar.

patung catur muka

Informasi Medokaran di Denpasar

Madokaran merupakan bagian dari program Denpasar Heritage City Tour yang diinisiasi oleh Wali Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Jaya Negara, dan dilaksanakan oleh Dinas Pariwisata Kota Denpasar di bawah pimpinan Ibu Dezire Mulyani. Program ini bertujuan mengenalkan objek-objek wisata di Kota Denpasar, terutama yang berkaitan dengan keberadaan Denpasar sebagai Kota Pusaka.

Kawasan Heritage Gajah Mada adalah kawasan pusaka budaya yang terbentang dari Jalan Thamrin di barat sampái Patung Catur Muka di timur.  Di kawasan ini, masyarakat keturunan Cina, Arab, India, dan Jawa telah hidup berdampingan dengan masyarakat Bali lebih dari seabad. Tak hanya membentuk ikatan komunitas yang mengusung pusat perdagangan tradisional terbesar dan kawasan bisnis tertua di Bali, namun juga bukti akan keberlangsungan multikulturisme di Bali.

Program Madokaran dibuka untuk umum setiap hari Sabtu dan Minggu pukul 09.00 – 15.00 WITA. Yang menarik, program ini gratis. Ada dua rute yang ditawarkan dalam program Madokaran ini, yaitu rute A dimulai dan diakhiri di Terminal Tegal (PP), serta rute B dimulai dan diakhiri di pelataran Pasar Badung (PP). Pemerintah Kota Denpasar menyediakan delapan unit dokar untuk program ini. Di masing-masing lokasi disediakan empat unit dokar.